14 September 2009

Ketika Aku Menangis

Kadang kala kita merasa bahwa takdir terlalu kejam untuk kita. Disaat tengah berjuang menghadapi suatu masalah, kita malah terperangkap dalam problem lain. Seperti lingkaran setan yang tak pernah berkesudahan. Aku pernah mengalaminya, sama seperti manusia-manusia lainnya. Aku pernah bertemu dengan masa-masa sulit itu, tapi aku bisa melewatinya dengan kekuatan dan keyakinan ku.  
***
Saat aku bangun dipagi hari, aku menemukan orang-orang menangis disekeliling ku. Aku tak mengerti apa yang mereka tangisi, karna aku merasa baik-baik saja. Ku coba bangun dari tidur ku, dan memandang wajah mereka satu persatu dengan perasaan heran. Kemudian salah seorang dari mereka mengatakan pada ku bahwa ayah dan ibu ku mengalami kecelakaan dan telah dipanggil Tuhan. Saat itu aku tak mengerti apa arti dipanggil Tuhan karna umur ku baru 5 tahun, tapi aku merasakan bahwa itu pertanda bahwa aku tak bisa bertemu dengan orang tua ku lagi. Dengan bingung ku tatap orang disekeliling ku, wajah mereka menyiratkan kesedihan. Aku tak tahu apa yang aku lakukan kemudian, aku hanya mengikuti mereka membawa ku ke sebuah ruangan Dan disana ku lihat ayah dan ibu ku tengah berbaring berselimutkan kain putih. Mereka membuka selimut itu dan ku lihat wajah kedua orang tua ku tidur dengan tenang sambil menyunggingkan sedikit senyuman. Aku hanya diam. Mungkin begini kalau seseorang dipanggil tuhan, berselimutkan kain putih, pikir ku saat itu. Detik berikutnya, mereka membawa ayah dan ibu ku ke sebuah tempat dan di sana ku lihat ada lubang ditanah. Mereka memasukkan ayah dan ibu ku ke dalam lubang itu, kemudian menutupnya dengan tanah. Kembali aku hanya diam melihatnya. Aku tidak menangis, tapi aku tahu bahwa aku akan merindukan mereka. Ketika aku menaburkan bunga-bunga merah di atas tanah itu, aku merasakan ada sebutir mutiara jatuh dari mata ku. Apa itu, aku tak tahu. Kemudian aku menyadarinya, akhirnya aku menagis. Mereka memeluk ku erat dan membawa ku pergi.
***
2 tahun setelah kejadian itu, ku lihat bibi mun menangis. Entah mengapa belakangan aku merasa orang-orang disekeliling ku selalu menangis, mungkin sebuah hobby baru, gumam ku. Namun tak urung juga ku tanyakan pada nya "Bibi mun, kenapa menangis?" tanya ku polos. Bibi mun, memandangku sedih kemudian menjawab "Sekarang kamu sudah yatim piatu, anak ku". "Yatim piatu itu apa, bi?" tanya ku lagi. "Kamu tidak punya ayah dan ibu lagi" jawabnya sambil menangis. Aku mengangguk pelan. "Aku tahu, ayah ibu ku telah dipanggil Tuhan. Tapi aku kan punya bibi mun" sahut ku sambil terseyum padanya. "Jangan menangis lagi bi mun" lanjut ku menyeka air matanya. Bi mun (mencoba) tersenyum. "Sebentar lagi, bibi juga akan menyusul ayah dan ibu mu. Kamu akan tinggal di panti asuhan, sayang" jawabnya sedih. "Panti asuhan? Oh, aku tahu. Tempat yang banyak teman-teman itu kan?" tanya ku gembira. Bi mun mengangguk lemah. "Kenapa bibi sedih, aku disana akan banyak teman dan tidak kesepian lagi. Sudahlah bi mun" kata ku meyakinkannya. Ia memelukku erat, tangisnya tumbah dipangkuan ku. 2 hari setelah percakapan itu, bibi mun akhirnya benar-benar pergi menyusul ayah dan ibu ku. Di hari pemakamannya, aku menangis untuk yang kedua kalinya. Kemudian seseorang mengantarkan ku ke panti asuhan. Tempat dimana aku bisa menemukan banyak orang yang senasib dengan ku. Saat pertama datang, mereka menyambut ku dengan senyuman.Senyuman yang belakangan jarang sekali ku dapat kan. Seyum polos dan penuh ketulusan. Aku merasakan kedamaian yang luar biasa. Air mata ku kembali jatuh, kali ini ku biarkan sampai benar-benar menganak sungai. Tidak seperti biasanya, selalu ku tahan agar orang-orang disekeliling ku tidak mengkhawatirkan keadaan ku. Kali ini aku benar-benar menangis, dan akhirnya terdiam dengan penuh kelegaan. Aku baru tahu, ternyata sebuah tangisan bisa melegakan semua keresahan. Ternyata menangis juga diperlukan untuk menumpahkan semua kesedihan. Aku merasakan kebahagiaan ketika aku menangis. Air mata ku tak terbuang sia-sia. Bukankah ada langit cerah setelah hujan reda?
***
Beranjak dewasa, aku kembali mengingat kejadian-kejadian pahit dalam hidup ku. Memahami setiap kisah yang tercipta. dan aku menyadari bahwa tuhan menyayangi ku lebih besar dari yang ku tahu. Ia mengambil kedua orang tua ku, mengambil bibi ku, kemudian bunda pengurus panti, dan kini ia mengambil kedua kaki ku. Teramat pedih memang. Ujian yang sangat berat. Tapi kemudian aku tahu bahwa itu adalah bentuk kasih-Nya terhadap ku. Ia tidak hanya menghadiahi ku dengan kepedihan tapi juga memberikan ku kekuatan dalam menghadapi setiap cobaan itu. Setelah berjuang dengan semua penderitaan itu, akhirnya Ia mengembalikan kebahagiaan ku dengan mengizinkan ku menulis cerita ini. Ini adalah kebahagiaan ku, berbagi kekuatan dengan orang-orang lain. Aku tahu, diluar sana masih banyak orang-orang yang bernasib sial seperti ku, bahkan lebih parah. Tapi aku tahu mereka kuat, sangat kuat, lebih dari yang mereka sadari. Aku ingin meyakini mereka. Inilah bentuk perjuangan ku, kebahagiaan ku.  

Tidak ada komentar: