28 Agustus 2009

Belajar Metamorfosis


"Apa kabar mu?" tanya ku pada mu hari ini.
Pertanyaan yang basi memang. Tapi cukup sebagai salam pembuka pembicaraan kita.
"Tidak terlalu baik" jawab mu lirih.
Sangat lirih, hingga nyaris aku tidak mendengarnya. Aku tahu. Kata ku bergumam. Kau tak akan pernah baik-baik saja, setelah penyakit itu merenggut hidup mu. Tapi tidak juga, kau terdengar lebih dewasa. Entalah itu karna efek penyakit mu, atau hanya sebuah metamorfosis dari seorang Rona. Aku tak tahu. Yang ku tahu, kau tampak berbeda. Aku bisa merasakannya.

Setelah itu kita mulai bercerita tentang masa-masa lalu yang pernah kita habiskan bersama. Bukan hanya tentang kita, tapi juga tentang mereka--teman-teman kita. Tidak banyak yang bisa kita ceritakan ternyata, karna memang mereka tak lagi sama. Sebagian dari mereka hilang --menguap. Entahlah dimana atau kemana. Dan akhirnya kita mengembalikan kenangan itu ketempatnya. Cukup hari ini, batin ku. Karna ku tak mau semua kenangan terurai, dan mengorek kenangan pahit yang telah ku kubur mati. Tidak. Cukup hanya disini, tak lebih batas itu.

Kemudian kita melanjutkan percakapan ke masa depan. Melirik langkah, dimana kita memulainya.
"Ku dengar kau jadi guru?" tanya ku meyakinkan.
"Ya. begitulah" jawab mu masih dengan lirih. Entahlah karna kau letih hingga tak bisa mengucap kata dengan lebih jelas. Ku tahu, jelas kau hari ini tak puasa. Tak sanggup, karna kau sedang sakit. Oh tuhan, aku lupa. Kau sedang sakit. Tentu saja itu efek dari sakit mu. Mengapa aku begitu bodoh hingga mempertanyakan lagi. Dasar manusia berpikiran negatif, kutuk ku pada diri sendiri.

Jadi guru. Aku kembali pada kata itu. Kemudian tertawa membayangkan kau jadi guru. Sungguh, sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya untuk ku. Untuk mu juga, kata mu. Aku tahu. Aku telah mengenal dirimu lebih kurang 6 tahun. 3 tahun kita pernah tinggal bersama dan menjadi keluarga. Bagaimana mungkin aku tak mengenalmu. Aku memahami mu lebih dari siapa pun, tapi tak ku ungkapkan karna aku tak begitu yakin.

Akhirnya kita menghabiskan waktu dengan bercerita tentang bagaimana kau memulai metamorfosis mu. Aku begitu tersentuh. Ternyata kau masih sekuat yang dulu. Tentu saja. Bagi ku kau tak pernah sakit. Aku yakin itu. Aku bukan orang yang tak ingin memperhatikan mu, tapi aku selalu melihat mu dari jauh. Ada saatnya aku akan datang menghampiri mu, dan itu hanya di saat kau merasa perlu kehadiran ku. Peduli dengan cara ku sendiri. Dan itulah cara ku. Bukan seperti "mereka" yang selalu disamping mu. Mereka. Ups...aku hampir keluar batas. STOP. Jangan lanjutkan.

Ikhlas....
Itu kata yang keluar dari bibir mu. Kata yang sempat membuat ku terdiam. Ikhlas. Tentu saja. Itu kata yang paling tepat untuk memulai langkah kita. Metamorfosis hidup kita. Dan kita baru saja menyepakatinya--hari ini.
IKhlas...sebenarnya kata itu selalu bersemayam dihati ku. Sekian lama. Tanpa pernah tahu apa artinya. Tanpa pernah tahu, apa aku pernah menjalaninya. Dan kau mengingatkan ku akan hal itu. Ternyata aku pernah--sekali. Saat ini. Saat ketika aku tak mampu meneropong masa depan ku. Kau menghipnotis ku dengan kata itu. Aku tertawa, hanya dalam hati ku. Ternyata kita tak pernah berubah. Selalu ada kesamaan antara kita. Apa kau menyadarinya? Sekian dekade kita habiskan dengan menjalani hidup yang sama, di dunia yang sama. Apa kau bernah berpikir, bahwa kita tak terlalu jauh berbeda. Entahlah. Ku pikir itu tak terlalu penting.

Ikhlas...kata itu tengah mengawali gerak ku kini. Dan aku tahu, aku akan mulai menyimpan kata-kata itu kini. Kata yang sebenarnya terlalu lumrah, namun sangat berarti karna itu keluar dari bibir seorang Rona.

Mengisi cerita-cerita yang kosong, akhirnya kita sampai pada batas waktu. Dimana kita harus menutup cerita lama, meninggalkannya. Belajar metamorfosis itulah yang seharusnya kita lakukan kini. Melakukan suatu perubahan yang mustahil pernah terpikirkan dalam otak masa lalu kita yang amburadul. Lagi-lagi tanpa kata, kita seolah menyepakati itu. Setuju, jawab ku dalam hati. Seharusnya itulah yang terjadi kini. Kita semakin dewasa. Aku, kamu--kita dan semua. Semakin lama bayangan masa lalu semakin jauh tertinggal. Namun bukan berarti kita tak akan pernah menguliknya lagi. Ia akan selalu bersemayam dalam kotak kenangan kita. Pindora--aku sempat ingat kau menyebutnya demikian. Seperti hari ini, kita kembali mengukir cerita dari bayangan masa lalu. Masa lalu adalah batu pijakan dan juga cermin, mustahil ia akan terkubur terlalu dalam.

Sekian waktu berlalu, akhirnya aku mengakhiri percakapan kita. Tapi aku berjanji, kita akan mengulangnya lain waktu. Ku akhiri dengan basa-basi pula.
"Cepat sembuh ya"
"Ya. terima kasih" kata mu lirih.
Aku tertawa. Ah, sebuah penutup yang terlalu datar.



(Sebuah percakapan pendek dengan seorang sahabat)


Tidak ada komentar: