26 Februari 2011

Anugerah Terindah



Entah apa yang terjadi padaku belakangan ini. Setiap malam, aku selalu bermimpi dengan Band idolaku Sheila on 7, sehingga setiap pagi mau tak mau penghuni kos harus mendengar suara merdu milikku menyanyikan lagu-lagu sang idola.
Taukah lagu yang kau suka
Taukah bintang yang kau sapa
Taukah rumah yang kau tuju
Itu Aku…
Taukan lagu yang kau suka
Taukah bintang yang kau sapa
Taukah rumah yang kau tuju
Itu Aaaaaaa…

Dor…dor…dor…
            “Dedeeeeek….buruan dong. Gue udah telat nih?” gedoran di depan pintu membuatku terkejut dan menghentikan konser tunggalku di kamar mandi pagi itu.
            “Iyeee…gue selesai nih”
            Dan depan pintu kulihat wajah-wajah kucel yang sedang mengantri—menatap jengkel padaku. Aku hanya berlalu sambil memberikan cengengesan khasku.
            Ternyata keanehanku tidak hanya sampai di sana. Setiap pagi, akupun bergegas ke kampus dengan semangat yang menggebu-gebu, tentunya diiringi dengan senandung Sheila on 7 juga.
            “Loe kenapa, sih? Belakangan lagu loe Sheila on 7 mulu?” Tanya Rita suatu hari.
            “Suka aja” jawabku sambil mengendikkan bahu.
            “Apa karena mereka mau datang?” Tanyanya lagi. Aku spontan menatapnya curiga—mencari keseriusan dari ucapannya.
            “Loe nggak tahu?” ulangnya lagi. Aku menggeleng, semakin penasaran padanya.
            “Ya ampun dedek, katanya loe suka banget sama Sheila on 7, masa mereka mau datang aja loe nggak tahu?”
            “Serius loe? Kapan?”
            “Sabtu depan. Dan loe tahu jumpa fansnya dimana?”
            Aku menggeleng bego—membuat Rita, Rona, Mimi dan Bebel serentak tertawa.
            “Di auditorium Unand” jawab mereka berbarengan. Aku terbelakak tak percaya. Benar-benar surprise.
            “Kampus kita?”
            “Iya bego. Dimana lagi”
            Aku tak bisa menahan tawa saat itu, rasa haru dan deg-degan juga. Berharap Sabtu itu cepat tiba.

****

            Pantai Padang siang itu tampak sepi. Angin yang berhembus kencang membuat orang-orang lebih memilih duduk di dalam rumah atau barak-barak penjual makanan laut. Tapi tidak denganku. Aku lebih memilih menyepi di bebatuan bibir pantai meski angin kini juga membawa rinai kehadapanku.
            “Dek, kita pulang yuk. Gerimisnya semakin lebat nih” bujuk Bebel mengajakku pulang. Sementara di sebelahku Mimi asik bersandar memandang pada ombak yang berkecamuk di lautan.
            “Bentar lagi deh, bel. Kita masih pengen menikmati laut” jawabku diikuti anggukan Mimi.
            “Di kos, teman-teman pasti udah siap-siap ya? Loe nggak ikutan, dek. Loe kan ngefans baget sama  Sheila on 7?”
            Aku mengangguk lesu menanggapi pertanyaan Mimi itu. Wajahku berubah mendung—seperti suasana pantai yang kami nikmati saat itu.
            “Nggak apa-apa, deh. Gue nggak punya duit” jawabku lesu. Mimi dan Bebel menatapku iba.
Memang, pada hari H konser idolaku itu, aku mendadak bokek. Membuatku mengurungkan niat untuk melihat sang Idola. Meski sebenarnya kalau boleh jujur, aku sangat kecewa sekali. Namun, aku berusaha menahan air mata yang sedari tadi ingin meledak. Dadaku sesak menahan kesedihan. Untunglah ada Mimi dan Bebel yang kebetulan hari itu juga sedang ingin menyepi. Jadilah hari itu kami mengungsikan diri ke tepi pantai—jauh dari teman-teman yang sedang bersemangatnya untuk menonton konser.
            Pukul 17.00, hujan mulai turun satu persatu—memaksa kami beranjak dari tepian pantai.
            “Kita pulang sekarang, ya”
            Kami pun akhirnya pulang, berlarian dibawah hujan.

*****

            Aku, Bebel dan Mimi sampai di rumah tepat waktu, di saat semua teman-teman sedang berkumpul di ruang tamu, memberi semangat pada teman-teman lainnya yang akan berangkat ke LANUD Tabing Padang—tempat diadakannya konser.
Aku tergungu dibalik pintu kamarku. Mengintip dan menatap hampa pada Rona, Rita dan Enli yang sudah bersiap-siap. Dari seberang jalan, Arif dan Adhi anak kos depan juga ikut bergabung.
            Perasaanku saat itu jelas bisa dibayangkan sedihnya. Ini adalah kesempatan yang langka bagiku—bertemu sang idola. Bertahun-tahun aku mengkhayalkan kesempatan ini. Demikian juga beberapa minggu belakang. Hari ini adalah hari yang sangat kunanti-nati. Dan kini, aku malah melewatkannya begitu saja.
            “Dedek, loe beneran nggak mau ikut? Rugi lho nggak ngelihat senyuman Eross malam ini?” Rona mulai memanas-manasiku. Aku tersenyum kecut menanggapinya. Berusaha biasa dengan itu semua.
            “Gue nggak apa-apa. Udah loe aja yang pergi. Ntar sampein salam gue buat dia” jawabku berbohong.
            “Loe yakin?” lagi-lagi mereka meyakinkanku. Aku membisu, kemudian mengangguk ragu-ragu. Semua teman-teman kos yang saat itu sedang berkumpul di ruang tamu menatapku iba, meragukan keputusanku.
            “Ya udah” ujar Rona yang kemudian menuruni tangga kos—bergabung dengan Arif, Andhi, Rita dan Enli yang sudah menunggu.
            Detik kemudian, air mata yang seharian ini sudah kutahan-tahan, akhirnya jatuh juga. Aku terisak pelan, menyembunyikan wajah dibalik gorden jendela—membuat teman-teman spontan tertawa.
            Rita dan Rona melihat itu, langsung kembali ke atas. Keduanya menarik dan merangkulku erat.
            “Gue bilang juga apa? Loe pasti bakal nyesel. Udah. Jangan nangis lagi. Nih duit buat beli tiket. Sekarang loe pake sepatu dan kita berangkat” ujarnya sambil mengetuk dahiku pelan. Selembar dua puluh ribuan kini sudah berada dalam genggamanku. Aku melongo—menatap tak percaya pada mereka.
            “Buruan” ujar mereka lagi. Aku tersenyum dan mengangguk mantap. Dengan sedikit gemetaran karena semangat, aku bergegas memakai sepatu yang dari kemarin sudah kupersiapkan di depan pintu.
“Semangat ya, dek. Sampaikan salam gue buat Duta, Sakti, Anton, Eross dan juga Adam” ujar teman-teman kos memberi semangat.
            Aku tersenyum sambil mengangguk mantap. Rasa bahagia dan haru bercampur menjadi satu hingga menghasilkan genangan air di mataku.
            “Loe nangis lagi?” tanya Rita melihat butirannya jatuh di pipiku.
            Aku tertawa dan menggeleng cepat sembari mengusap buliran itu.
            “Gue cuma gemetar saking bahagianya” jawabku diikuti tawa mereka semua.
            Sungguh, aku tidak bisa melupakan saat-saat itu. Saat dimana semua terasa dekat. Ya teman-teman, ya mimpi-mimpiku.
            Konyol memang jika menganggap kebetulan kecil ini sebagai keajaiban. Tapi nyatanya aku percaya, bahwa ketika kamu mencintai impianmu dengan sungguh-sungguh, keajaiban itu akan datang dengan sendirinya—meskipun dengan cara sederhana dan tak terduga.
            Langit malam itu terlihat terang, meski bau tanah sehabis hujan masih terasa menusuk. Aku melayangkan pandangan ke luar jendela, menatap pepohonan dan lampu-lampu jalanan yang berlari ke arah berlawanan. Sebuah senyum menguntai di bibirku.
            Rasanya sudah lama tidak menikmati langit malam di luar rumah. Menyaksikan dinginnya yang menggigit hingga bergemerutuk di gigi. Ya, sudah lama sekali semenjak aku meninggalkan dunia “alam” yang penuh tantangan.
            “Gimana perasaan loe, dek?” bisik Rona di sampingku.
            Tanpa menoleh, aku menjawabnya. “Wonderful”
Gadis itu tertawa dan merangkulkan sebelah tangannya padaku.
Sembari mengikuti lagu-lagu Sheila on 7 yang diputar sang supir, kami berceloteh ria mengkhayalkan pertemua indah dengan sang idola.
            Mungkin aku salah. Bukan pertemuannya sebenarnya yang membuatku sangat bahagia, melainkan perjuangannya. Betapa sulitnya memperjuangkan untuk memiliki waktu seindah ini. Apalagi bersama dengan orang-orang yang kita cintai—yaitu sahabat. Anugerah terindah yang pernah kumiliki.
            Sayup-sayup aku mendengar intro pembuka dari hits lawas milik sang idola dari tape angkot yang kami tumpangi. Seperti tidak ingin ketinggalan, berebutan kami menyenandungkan lagu itu dengan kompak.

Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki



Terimakasih utk teman2 yg ada dlm cerita ini. Luv u all...
(Kos2an B'yuss no. 7)

-----------------------------------------


Kisah ini benar2 true story. Malam itu saya bermimpi ketemu Sheila on 7, paginya saya jadi gila SO7, sorenya dapat kabar bahwa mimpi itu bakal menjadi nyata. Wah, tak terkira banget senangnya. Hehe..

Dan, belum lama ini saya sempat bergumam sendiri, "Kapan ya, dengar lagu baru SO7 lagi?"  Sim salabin....mimpi itu jadi nyata lagi. 21 Februari 2011 kemarin, S07 merilis album terbaru "BERLAYAR".

Makanya saya memposting ulang, tulisan ini. Tulisan ini saya buat akhir November lalu. Merupakan rangkaian salah satu rangkaian cerita yang ada dalam Novel Pribadi saya, berjudul "November Rain (unforgetable moment)". 

Meski dibilang PRIBADI, beberapa cerita pernah juga saya publikasikan untuk dinikmati teman-teman. Tapi tidak keseluruhannya. Next time maybe. 

So, beruntunglah anda yang sempat membaca tulisan ini. ^_^

Happy reading, guys..

2 komentar:

Hennyyarica mengatakan...

mbak des ngefans bener sama sheila on 7. emang beneran mo ngeluarin album baru ya??

De mengatakan...

@ henny : hehe...bener2 suka, hen. all about sheila on 7 selalu menginspirasi aku. hehe... iya nich, mereka habis ngeluarin album baru judulnya "Berlayar". lagunya asik2...coba deh beli tp jangan yg bajakan yah..hehe...*promosi* :p