17 Maret 2011

Semoga Ini Hanya Dialog Sinetron



Waktu itu, aku pernah melihatnya tergeletak tak berdaya. Diam. Benar-benar tak bergerak. Semua teman-teman mengelilinginya, berusaha memberikan pertolongan terbaik agar ia kembali bernafas. Aku berdiri disampingnya, menangis, menggenggam erat jemarinya. Penyakit itu sudah menumbangkan senyumnya, dan itu kali pertama aku melihatnya begitu jelas. Jangan ambil dia, Ya Allah. Dalam diam, aku membisikkan harapan  itu. 

Waktu itu, aku mendengarnya menangis diam-diam--menahan rasa sakit. Tidak ada orang lain disana selain aku. Ya, aku berada tak jauh dari tempatnya bergelung. Aku mendengar semua rintihannya itu. Namun, aku tidak lagi duduk disampingnya, menggenggam jemarinya bahkan hanya untuk sekedar bertanya, "apa kau baik-baik saja?". Aku hanya diam. Terpekur pada tugas-tugas kuliah yang menumpuk sembari menahan air mata. 

Waktu itu, aku merasa jadi orang paling jahat sedunia. Bagaimana mungkin aku bisa dipanggil sahabat, jika disaat ia membutuhkan aku disisinya, aku malah mengabaikannya begitu saja. Demi sepotong kesalahpahaman saja, aku membangun benteng kokoh dihatiku. Aku dibutakan kecemburuan dan rasa rendah diri. Dan aku telah menjadi orang paling bodoh sejagat raya dengan membiarkannya seperti itu. Maafkan aku. Hanya itu yang mampu kubisikkan waktu itu. 

Waktu itu, aku memeluknya erat. Seerat janji yang pernah kami tautkan bersama. Janji persahabatan. Perasaan itu tidak pernah berubah, meski banyak hal-hal buruk yang telah kami lalui. Aku memeluk tubuh kurusnya sembari berbisik, "Aku pergi. Jaga diri baik-baik, ya." Dia mengangguk pelan tanpa berkata-kata. Dan saat kendaraan itu mulai merangkak membawaku pergi, aku bisa menangkap raut kesepian dari matanya.  Dia menahan air mata dan membiarkanku pergi. Kita pasti akan saling merindukan. Begitu yakinku dalam hati.

Lalu, waktu-waktu itu pun menguap seiring berputarnya bumi. Waktu juga menyimpan semuanya menjadi kenangan. Tidak lagi berupa luka. Semua berlalu. Dan hujan menghadirkan pelangi diatas langit yang kami pandang bersama. Hangat dan nyaman. Rasa bersalah itu terhapuskan. 

Hari ini, bayang-bayang masa lalu itu kembali menggelinding di depan mataku, seiring pesan pendek yang dikirimnya pukul 11:06 pagi tadi,

De, andai kamu tiba-tiba melihat ada "benda asing" pada hasil Ct Scan mulut rahimmu, yang kata dokternya harus segera diangkat. Apa yang kamu pikirkan? Apa kalimat pertama yang terlontar setelah selama bertahun-tahun belakangan kamu juga diberi "anugrah" pada usus besarmu? Yang selama bertahun-tahun kamu juga sudah menanggung sakit karnanya. Dan sekarang, DIA memberinya lagi ditempat yang hanya dimiliki perempuan. Apa kamu masih bisa ikhlas dan tidak marah pada Nya De?

Sungguh, pesannya kali ini membuat saya tak kuasa menahan sesak. Bergulir, air mata pun jatuh satu persatu. Semoga ini hanya dialog sinetron. Hanya itu yang mampu aku bisikkan untuk menguatkan hatiku. 

....aku kehilangan barisan abjad yang biasa memenuhi blog ini, note-note di facebook, bahkan buku harianku. Aku tak mampu merangkai kata. Bibirku hanya sempat bilang, 
Serahkan semuanya pada Dia yang memberi "anugerah" itu. Jalani saja tanpa menyesal. Just stay strong. And should you know, you're not alone. There are best friends who are willing to stay by your side. Allah itu Maha Pengasih. Dia sudah mempersiapkan kado terindah diujung perjalananmu....
Pesan yang sangat biasa sebenarnya, namun kuharap, kata-kata itu sangat luar biasa efeknya bagi dia.

Semoga......

------------


Untuk sahabatku yang sedang berjuang. 


Tidak ada komentar: