10 Mei 2011

Funfictif : Last Episode (Memungut Kepingan Kenangan Yang Terlupa)


This story was adapted from Japanese drama series, Zettai Kareshi (Absolutely Boyfriend). I specially dedicate this story to my idol Hayami Mokomochi. Please enjoy ^_^


Tokyo, 50 tahun kemudian.

Ini kali ke 5 ia membaringkanku disini. Memaksaku membisu seraya menatap langit-langit ruangan yang putih dan bersih. Tidak ada satu noda pun membuatnya cela. Sama seperti chip yang berkali-kali ia tanam di kepalaku, selalu kembali dalam keadaan yang kosong.


Ini kali ke 5 mereka membangunkanku dengan paksa, membuatku harus kembali merasakan sesak dari lubang yang seolah menganga di dada—membuatku memandang langit-langit putih itu dan terus-terusan berpikir.

Tak bisakah mereka membiarkanku terlelap selamanya? Rasanya aku sudah tidak berharap untuk terbangun. Tidak tahukah ia, aku takut merasakan sesak itu. Aku tak tenang dengan kehilangan itu.

Aku seperti dihancurkan, tapi tidak benar-benar mati. Kenapa ini bisa terjadi? Apa mereka memprogramku untuk penderitaan ini?

Ah, seandainya aku bisa mengatakan bagaimana rasanya….

*****

“….maaf, aku tidak bisa lagi berada disisimu. Menjagamu. Tapi dimanapun kamu berada, aku berharap kamu selalu berbahagia. Percayalah, semua akan baik-baik saja.”

Ya, saat itu aku katakan, tanpamu aku akan baik-baik saja. Sesaat, aku pun berharap demikian.



Tapi tahukah kau? Sejak aku berjalan memunggungimu, aku menahan air mata agar tidak terjatuh percuma, seperti halnya aku berusaha menahan sebelah hatiku agar tidak ikut terbawa bersamamu. Aku mencoba mengingkarinya berkali-kali. Pura-pura kuat, padahal secara perlahan kenangan itu satu persatu terlepas dari genggamanku. Kepergianmu membawa sebagian dari hati yang kumiliki, hingga meninggalkan lubang yang sangat besar di dadaku. Aku tidak akan pernah baik-baik saja.

Andai saat itu aku berbalik dan mengatakan, “temani aku sesaat lagi”, mungkin kisah itu akan beralur dengan ending yang berbeda. Tapi akhirnya aku tidak mengatakan apa-apa. Hanya terus berjalan tanpa pernah menoleh kembali.

“…erase me from this world”

Itu yang kau katakan sebelum mengucap selamat tinggal. Dan setelahnya, kau benar-benar menghilang. Kenangan itu pun ikut terhapus bersamamu.

Hanya ada kesempatan ke 2, tapi tidak untuk ke 3 kalinya.

“….selamat tidur panjang, Night. I know you really love me, coz you are my absolutely boyfriend. Arigatogozaimasu….”

*****

….aku memaksa kakiku terus melangkah, tanpa tujuan. Hanya ingin berjalan, meraba sesak yang menyekap di dada. Mencari-cari sebuah lubang yang seolah menganga disana.

Seperti ada bagian yang hilang. Ada sesuatu yang tak lengkap. Entahlah apa, aku tidak bisa mengingatnya.

Sesak setiap kali merasakannya bernafas. Seperti memaksa seseorang memunggungiku, menjauh. Seperti menyerahkan seluruh kenangan hanya untuk melihat ia kembali tersenyum. Seperti melepas sesuatu yang paling berharga.

 

Siapakah dia? Benarkah dimasa lalu aku pernah memiliki kenangan itu? Benarkah ia kepingan yang hilang dari lubang menganga ini?

Selalu jawabannya kembali ke sana. Aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengingat apa-apa. Tapi kenapa aku terus merasa seperti terbangun dari tidur yang begitu panjang?

Ah, andai sesuatu yang berkelip diatas sana bisa memberi jawab. Bolehkah aku berharap?

*****

….langkahku tiba-tiba terhenti diujung jalan. Membeku disana, mengumpulkan sisa tenaga yang masih aku miliki.

Kenapa? Lagi-lagi aku seperti diseret kekuatan tak terlihat untuk datang ke tempat ini. Ke tempat dimana bangku tua yang menghadap laut dan bangunan pencakar langit diseberangnya itu bergeming. Aku seperti melihat dua orang berjabat tangan disana, lalu berbalik dan saling memunggungi. Seperti pertemuan yang harus diakhiri dengan perpisahan.


Siapa mereka? Apakah bayangan itu juga kepingan yang hilang ini? Ah, semua terlihat samara-samar kini.

Aku berjalan mendekati bangku tua itu perlahan. Kali ini ia tidak sendiri. Ada seseorang menemaninya. Wanita tua bermata indah.

Aku melihatnya mendongak pada langit, memejamkan mata dan berbisik lirih, “andai ada kesempatan ke 3. Aku ingin bertemu lagi dengannya ditempat ini.”

Aku menatapnya tak berkedip. Dibalik keriput wajahnya yang tua, aku bisa melihat kelembutan yang begitu besar. Senyum yang begitu hangat terpancar dari matanya. Dia, seperti tidak asing bagiku. Tapi, aku tidak bisa mengingat apa-apa.

Ia membuka matanya perlahan dan merapatkan syal yang menyangkut dilehernya—menepis hawa di bulan Desember yang terasa beku.

Perlahan ia mengangkat wajahnya dan menemukanku berdiri didepannya.

Sesaat, hanya kebisuan yang berbicara. Aku dan dia saling memandang. Sesaat, hanya desir angin dan riak air yang mengisi kebisuan ditempat itu, saling bercengkrama—memberi salam.


Aku dan dia tak bergerak. Sampai akhirnya ia tersenyum dan berkata, “Aku tahu, kamu akan selalu datang kepadaku, Night”

Aku tidak berkata-kata. Hanya membisu menikmati kehangatan yang tiba-tiba menjalar ketika ia mendekat dan memelukku.

Dan meski tak ada data yang memunculkan namanya dalam memoriku, tapi aku tahu dia bagian paling penting yang selama ini aku cari-cari….

*****

….wanita tua itu merebahkan kepalanya dibahuku, merangkulkan sebelah tangannya dan menggenggam jemariku erat-erat—seperti tak ingin terpisahkan lagi.

Aku melihatnya tersenyum. Senyum yang membuat dadaku terasa hangat, membuat sesak itu seolah terlepas.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang menggenang di mataku. Aku merabanya, terasa basah. Apakah ini yang dinamakan air mata? Apakah aku juga diprogram untuk menangis?


Aku menatap wanita tua itu dalam-dalam. Dia meracau. Seperti menceritakan kembali kenangan masa lalu yang terlupa. Ada aku di dalamnya. Tapi tidak bisa mengingat apa-apa. Yang aku ingat, pertemuanku dengannya seolah menambal bagian kosong di dadaku. Seperti mengembalikan sesuatu pada tempatnya. Terasa hangat, tidak lagi kesepian.


Aku dan dia masih duduk seperti itu untuk beberapa saat. Suaranya mulai melemah, lama-lama makin menghilang dan akhirnya terkulai lemah disampingku.

Aku tak melakukan apa-apa, hanya bertahan menopangnya. Aku tidak ingin lagi meninggalkannya atau memaksanya meninggalkanku. Hanya ingin berada disisinya, memungut kepingan kenangan itu—menyimpannya untuk yang terakhir kalinya.


Ya, ini adalah kesempatan ke 3. Last episode sebelum semuanya benar-benar berakhir.

Aku mempererat genggamanku dijemarinya, menyandarkan kepala bersamanya. Sekali lagi aku merasakan butiran itu menyentuh pipiku. Aku menangis untuk yang ke 3 kalinya.

Jadi beginilah rasanya mencintai. Terasa hangat dan menenangkan. Aku bahagia pernah merasakannya.

Sekarang aku tahu, aku memang terlahir untuk mengatakan bahwa aku mencintainya, Karena aku adalah kekasih sejatinya. Absolutely boyfriend.

 

“I love you, Izawa Riiko…”

….itulah kepingan terakhir yang aku temukan untuk melengkapi akhir episode pencarian ini.

Dan cerita pun berakhir dengan Happy Ending….

 

^_^      ^_^      ^_^

Akhirnyaaaa...gw bisa bikin ending sendiri bw si Tenjo Night. Kasihan kalo harus dia terus yang mengalah. Hiks..hiks...gw jadi ikutan nangis setiap kali ingat kedua endingnya. Sadiiiiiiiis... :(

Tapi Drama Series ini bikin kita sadar ya, klo cinta itu nggak bisa buat main-main, apalagi hanya untuk coba-coba. Karena kalo Robot dah jatuh cinta bisa kacaaaaaaau semua program. hehehe...

So, hargailah cinta yang ada disampingmu. Karena, klo dia dah nggak ada hanya akan ada penyesalan. 

Love is the start of every miracle.

2 komentar:

putuindarmeilita.blogspot.com mengatakan...

hati sesak bacanya... I know the comic... sekarang malah udah bercucuran air mata

De mengatakan...

@Lita : hehehe...begitu menyentuh ya :)