Taken by |
I think that possibly
Maybe I'm falling for you
Yes There's a chance that I've fallen quite hard over you
--Landon Pigg
....lelaki berkaos putih dengan topi
bisbol di kepalanya itu sudah mencuri perhatianku sejak 5 menit yang lalu. Sedari
tadi ia duduk di kursi itu dengan sebuah laptop di atas meja. Tidak beranjak.
Tidak menoleh. Asik memijit-mijit tombol lappynya.
Apa yang
dikerjakannya? Aku penasaran.
Matanya tampak serius menatap layar monitor di depannya. Cool! Begitu para Abegeh bilang kalo
melihat wajah kaku bak Rio Dewanto itu. Cool
maksudnya dingin apa keren? Mungkin perpaduan keduanya. Seperti halnya dengan
perpaduan kaos putih bergambar starbuck dan topi bisbol merah hitam yang
dikenakannya. Dia tampak sederhana namun tetap memancarkan daya tarik bak
seorang princes charming ala
buku-buku dongeng. Well, mungkin dia
bukan pangeran tampan dengan kuda putih dan sederet pengawal pribadi dibelakang,
juga bukan aktor hollywood yang diincar
paparazi kemanapun pergi. Dia adalah dia. Lelaki berkaos putih yang kulihat
sangat menarik dengan kecuekan khas seorang pria.
Anganku terdorong untuk mengamatinya lebih seksama lagi. Mulai dari warna
kulitnya yang tidak telalu terang, tidak pula gelap—sampai perkiraan tinggi
badannya ketika berdiri. 170 cm mungkin. Ukuran standar untuk seorang cowok
asli Indonesia. Cukuplah untuk membuat seorang wanita merasa kagum dan melirik
penuh minat.
Apa yang kau kerjakan, hei pangeran berkaos putih?
Aku sungguh penasaran dan ingin melirik isi kepalanya lewat layar monitor
itu. Dari penampakan, dia bukan seseorang yang kecanduan jejaring sosial, bukan
pula eksekutif muda yang gila kerja bahkan di sebuah kafe beratapkan langit
biru seperti ini. Tapi sedari tadi ia asik dengan komputer jinjingnya itu. Aku
jadi iri pada tuts-tutsnya, atau pada layar monitornya. Sesekali aku berharap dia
menoleh dan mendapatiku sedang menatapnya dan tersenyum. Sayangnya dia masih dengan
posisi yang sama ketika pertama kali aku melihatnya—menatap lurus kedepan.
Biasanya aku selalu kesal dengan angkot yang tiap sebentar menepi meski
yang berdiri di pinggir jalan itu tidak hendak menyetop, tapi hari ini
pengecualian. Harusnya aku berterima kasih kepada sang supir yang agak lama
berhenti di depan kafe itu. Di tengah rasa jengkel dan gerutuan kesal, tak
sengaja mataku menangkap sosok charmingnya.
Satu-satunya pengunjung kafe sehabis magrib berkumandang. Luar biasa indahnya
dibawah kerlap-kerlip lampu yang berwarna-warni itu.
Tahukah kau apa yang kupikirkan lelaki berkaos putih? Will i see you again?
Angkutan yang kutumpangi berlahan beranjak dari depan kafe di jalan
proklamasi itu. Dan untuk yang terakhir kalinya aku mengagumi lelaki berkaos
putih dengan topi bisbol dikepala—mereka-reka, cerita apa yang bisa kutulis
untuk mengenang beberapa menit yang menggelikan ini?
Berharap suatu saat dia nyasar ke blogku dan membacanya mesti tak tahu
bahwa cerita itu kutulis untuknya....
Padang, 11 Juni 2012
Pondok bakso di jalan proklamasi
3 komentar:
yah, sayang sekali pertemuan singkat itu berakhir seperti ini :')
berharap ada kelanjutan lagi dgn pria berbaju putih itu. masih ingat wajahnya kan? :))
nice post :)
ditunggu kunjungan baliknya yaah ,
saya lelaki berkaos hitam :D
maaf lahir bathin ya ^^
Posting Komentar