@Taplau, 17.45
Perjalananku selanjutnya berhenti di pinggir laut jalan samudera. Taplau kami biasa menyebutnya. Tempat kita menghabiskan sore pada masa lalu. Kita. Ya, kita. Aku dan kenanganku.
Matahari berwarna orange, lebih tepatnya kuning keemasan ya? Ombak tidak begitu besar, namun deburannya cukup menggetarkan batinku.
Tepian itu penuh dengan sampah. Tidak ada orang-orang bermain voli pantai seperti halnya di tepi pantai di Pariaman—kampung halamanku. Ah, abrasi mengikis daratan perlahan-lahan.
Oh ya, aku terpaksa menulis dengan buku catatanku kini. Baterai laptopku sudah menunjukkan angka 5%. Sepertinya ia sudah tidak berenergi lagi untuk mengikuti perjalananku yang masih terus berlanjut. Terpaksa ia harus tinggal di dalam ransel pengap itu.
Kali ini aku tidak akan menulis panjang-panjang, hanya menggambarkan apa yang kulihat disekitarku.
Ada pria aneh duduk tak jauh dari sebelahku. Entah turis atau penduduk asli. Penampilannya seperti backpacker. Tapi dia bukan bule. Mungkin seorang petualang.
Aku memesan mie goreng dan sebotol teh dingin. Sambil terus menulis sesekali aku menggulung mie dan menyuapnya ke mulut. Hmmm…hari ini aku mengabaikan kolesterol yang menggila ditubuhku. Tidak apa-apa, kan Ibu dokter? Hari ini saja kok!
Sunset kali ini tidak seperti biasanya. Aku tidak bisa menikmatinya tenggelam dibatas cakrawala. Awan kelabu menenggelamkannya terlebih dahulu. Langit seolah redup. Mungkin akan turun hujan malam nanti. Sebaiknya aku bergegas menelan mie gorengku. Lalu beranjak pulang.
Tidak ada golden sunset hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar