@Museum Adityawarman, 14.43
Masih tentang hari minggu.
Setelah makan di warung nasi ampera yang kutak tahu namanya, akhirnya aku melanjutkan perjalananku—mencari tempat yang nyaman untuk menulis.
Sebelumnya aku sempat melintasi jalan Permindo yang orang bilang Malioboronya kota Padang. Aku tak tahu apa benar-benar mirip. Aku belum pernah ke sana, namun punya harapan besar untuk berkunjung kesana. Ya, itu impianku. Datang ke Jogjakarta.
Ada banyak keriuhan disini. Mulai dari penjual sepatu yang bersemangat membujuk para shopaholic, cekikikan muda-mudi yang asik nongkrong maupun berjalan kaki, dan musik-musik asik yang diputar oleh penjual kaset bajakan. Ganggam style dan lagu-lagu Noah sepertinya sedang menjadi hits.
Tiba-tiba terlintas di benakku tempat itu. Tempat yang belakangan sering ditinggalkan dan terlihat sepi. Dengan bersemangat, kulangkahkan kaki menuju tempat itu.
“Selamat datang di Musem Adityawarman! Silahkan mengisi buku tamu.”
Saat memasuki tempat itu seorang pemuda menyapaku dengan hangat. Dengan senyumnya yang ramah, ia mempersilahkanku mengisi buku tamu, meminta identitas serta saran untuk pengembangan museum ini.
“Mungkin promosinya lebih ditingkatkan lagi, Uda. Trus bikin even-even menarik yang bisa dinikmati pengunjung selain melihat-lihat koleksi.”
Selanjutnya akupun berkeliling. Sempat terharu, ternyata masih banyak minat orang-orang berkunjung ke sini--melihat-lihat peninggalan sejarah dan kebudayaan Minangkabau.
Aku sempat memotret beberapa koleksinya dan tugu-tugu simbol perjuangan masa lalu. Oh, aku baru tahu apa kepanjangan PADANG itu. Nanti deh, kuperlihatkan fotonya.
Ada beberapa pemuda bermain gitar di depanku. Serta beberapa pasang muda-mudi duduk tak jauh dari tempatku berada. Aku tidak merasa iri lagi dengan kesendirianku. Kata orang hidup itu untuk dinikmati, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Jadi aku hanya melirik mereka sesekali sambil ikut bersenandung bersama.
Sebelum menulis lagi, kusempatkan mencek e-mail dan inbox facebookku. Dan ternyata banyak pemberitahuan. Baik itu sekedar permintaan pertemanan maupun komen-komen status. Mataku berhenti pada kalimat-kalimat yang dituliskan temanku dibawah cerita yang kupublish beberapa jam yang lalu. Satu persatu air mataku tumpah. Finally. Mendung itu akhirnya menjadi hujan. Ternyata langit masih menyimpan warna-warni pelangi yang sudah kulupa seperti apa bentuknya. Aku tersenyum. Untuk kesekian kalinya merasa lega. Beban dikepalaku terbang entah kemana.
“You’re never walk alone, de.”
Hahaha…ada pesta di gereja dekat museum. Backsoundnya terdengar sampai ke sini. Mungkin pernikahan atau acara-acara lainnya yang aku tidak tahu. Yang kudengar banyak lagu-lagu batak dinyanyikan. Aku tak mengerti, yang kumengerti ada gelembung-gelembung bahagia di udara—menemani perjalananku.
Masih ditemani petikan gitar pemuda diseberangku, aku membayangkan wajah-wajah teman lama. Anak-anak UKS yang dulu sering menghabiskan malam-malam bersamaku. Memetik gitar, memandang bintang-bintang dan makan ikan bakar bersama. Teringat juga dengan acara bakar-bakarnya yang berantakan karena salah satu dari kami kerasukan makhluk halus. Apa kabar kalian? Masihkan ingat momen-momen penuh kenangan itu? Rindu kalian sangat.
“Dek, bisa ambilkan fotonya?”
Hahaha…aku baru saja meminta seseorang untuk memotretku. Still narsis. Look! Ada gadis-gadis mencoba berpose ala chibi-chibu. Nice. Dan itu, ada bapak narsis yang minta difotokan anaknya yang mungkin masih berusia 5 tahun. So funny. Dan mereka, pasangan serasi itu. “Ingat hari ini ya, beb.” Hahaha….ada bahagia dimana-mana.
Banyak kenangan yang berpendar di sini. Di sudut rumah adat itu, di taman, di sela-sela rangkiang, di dekat pelaminan, atau bersama penjual sate dan makanan lainnya. Di sini juga, di bawah pohon kelapa tempat aku dan ransel serta laptopku yang sedang menulis tentang kenangan.
Hari Mingguku kali ini luar biasa. Aku tidak pernah merasa sepuas ini setelah menulis. Sampai sesore ini langkahku tidak bisa dihentikan jemariku masih sama gesitnya dengan angkutan yang lalu lalang di jalanan sana. Aku bertemu banyak manusia. Berpasang-pasang kekasih, sekumpulan muda-mudi, penjaja makanan, pengemis, pengamen jalanan, para pencari kerja, shopaholic, pemburu momen dan sebagainya.
Aku disini memperhatikan mereka satu persatu, mencoba mereka-reka isi kepalanya, menggambarkan apa yang ada di mimpinya atau sekedar membantu mereka mengekspresikan apa yang tak bisa dimengerti oleh orang lain.
Aku di sini melihat, mendengar dan merasakan bahwa ada banyak bahagia bertebaran di sekitarku—andai aku mau sedikit saja lebih dekat. Tidak ada yang benar-benar sendiri sebenarnya—andai aku mau mengakui. Dalam hidup terkadang kita mencari penyalahan sendiri atas apa yang tidak kita mengerti. Menyalahkan perasaan. Menyalahkan keadaan. Menyalahkan kesendirian.
Benarkan, tidak ada yang salah dalam ke-abnormalanku?
….dan mungkin untuk itulah hari ini Tuhan menggerakkan langkah dan pikiranku—berkelana ketempat-tempat di mana aku bisa belajar dari hal-hal sederhana.
Lain kali aku akan berjalan tanpa terburu-buru. Aku akan lihat sekeliling. Barangkali ada yang bisa kupelajari darinya.
Hei, apa kabarmu senja? Masihkah kau menyimpan golden sunset untukku? Tunggu, aku akan mengabadikanmu disana.
“….teruslah berjalan, de.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar