“Dek, Surat Keterangan Bebas NAPZA mana?”
“Lho, mbak. Bukannya itu diberikan kalo udah
lulus, ya?”
“Bukan. Syarat itu diberikan pada waktu
pendaftaran.”
“Yach, saya belum punya, mbak!”
“Kalo gitu saya belum bisa memproses pendaftaran
kamu karena persyaratannya belum lengkap. Kamu bisa kembali lagi kalo
persyaratannya sudah lengkap. Masih ada beberapa hari lagi kok.” Sambil
tersenyum wanita itu mengembalikan berkas-berkas pendaftaran saya.
Saya keluar dari kantor BMG dengan tertunduk
lesu. Jauh-jauh menempuh perjalanan hanya untuk menyerahkan berkas-berkas
supaya bisa mengikuti Tes CPNS BMG. Nyatanya meski datang paling awal, saya
juga yang harus keluar lebih awal karena belum memenuhi persyaratan.
Hari itu saya pulang ke rumah dengan kepala
berkedut-kedut. Banyak pertanyaan berseliweran dibenak saya. Apa? Dimana?
Bagaimana caranya?
*****
Dokter baru saja bilang bahwa biaya administratif
untuk pengurusan Surat Keterangan bebas NAPZA adalah sebanyak Rp65.000,-. Tidak
banyak memang. Tapi bagi saya saat itu, seperti membayar tagihan dengan ratusan
dollar. Saya tidak punya uang sebanyak itu.
*****
“Semuanya Rp225.000,-“ Tanpa banyak meminta saya
mengangguk tanda menyetujui penawaran itu.
“Baik. Tolong tanda tangani di sini dan ini
uangnya.” Dengan gemetar dan dilingkupi perasaan sedih, saya menandatangani
surat itu. Jumlah yang tidak seberapa itu kemudian berpindah ke tangan saya.
Nggak ada yang tahu, bahwa hari itu saya
menggadaikan kalung pemberian paman untuk mengurus Surat Keterangan NAPZA. Itu
saya lakukan agar bisa mendapatkan selembar nomor Tes CPNS BMG.
Nggak ada yang tahu bahwa saya baru bisa
menebusnya 1 tahun kemudian—setelah saya mendapat pekerjaan pertama saya.
Semua orang tahu bahwa saya gagal dalam tes itu.
Namun nggak ada yang tahu bahwa saya baru saja berhasil memperjuangkan mimpi
saya—meski hanya sebatas lembar nomor ujian.
Saya berjuang dari hal kecil yang mungkin menurut
generasi 2000an sekarang, adalah sesuatu yang memalukan. Tapi bagi saya, untuk
sebuah cita-cita nggak ada kata menyerah bahkan memalukan. Mungkin saya boleh
menggadaikan harta, namun tidak untuk mimpi-mimpi saya.
Mimpi itu adalah pilihan yang benar. Jadi berjuanglah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar