“Diak,
mintak den pitih Rp200.000,-. Pitih den lah habis bana. Lah barahari ko indak karajo.”
“Jadih.
Beko wak ambiakan pitih ka ATM dulu yo.”
Beberapa jam kemudian.
Abang saya tersenyum sembari melipat 2 lembar 100
ribuan itu ke dalam dompetnya. Setelah mengucapkan terima kasih, ia berlalu
dari hadapan saya.
Sambil menatap punggungnya saya berbisik pelan,
“Abang nggak tahu, bahwa saya baru saja menggadaikan cincin saya untuk
mendapatkan uang itu.”
Tapi saya tidak pernah mengatakan itu pada
siapapun, bahkan keluarga. Ada sesuatu dalam hati kecil saya yang memberi
pengertian, bahwa menjadi anak paling bungsu itu nggak selalu harus merasa
kecil. Bersabarlah, maka kau akan menjadi dewasa.
Jadi, tidak ada kesedihan saat itu. Hanya
perasaan lega dan haru, betapa menyenangkan bisa menggaris senyum di wajah
orang lain.
1 komentar:
bahagia membuat orang lain bahagia...nice!
Posting Komentar